Anak-anak
saya hampir tidak pernah menonton televisi di atas jam 9 malam, dimana tayangan
iklan rokok pun dimulai. Tapi, itu pun anak saya bisa mengetahui tentang
merokok. Pembatasan iklan rokok kan setau saya kebanyakan di media TV. Jadi,
anak saya mengetahui dari media lain yang tidak sengaja terlihat, seperti di
billboard atau sponsor suatu acara di televisi.
Lalu
bagaimana dengan kondisi anak lain yang dibolehkan atau tidak diketahui orang
tuanya untuk menonton televisi di atas jam 9 malam? Memang, itu tanggung jawab
orangtuanya. Tapi, tau kan semboyan “it takes a village to raise a kid”. Jadi,
untuk membesarkan seorang anak dengan baik, tidak cukup hanya dengan ‘kendali’
orang tua, tapi justru lingkunganlah yang juga berperan besar.
Nah,
tentang iklan rokok ini, dibahas loh di acara ngobrol bareng Moza Pramita.
Narsumnya keren-keren yaitu: Sarah Sechan (figur publik), RTS Marli (praktisi
periklanan), Muhammad Joni (advokat), dan Ekki Soekarno (musisi). Acara keren
ini diadakan di venue yang cozy, yaitu Wyl’s Kitchen (Hotel Veranda) pada hari
Jumat tanggal 10 Februari 2017.
Acara
yang diadakan oleh Komnas Pengendalian Tembakau ini berbentuk talkshow yang
ringan, namun padat, berisi dan interaktif. Moza sebagai pembawa acara,
menceritakan betapa dia sangat membenci yang namanya rokok. Selain merusak
kesehatan si perokok, justru malah jauh lebih merugikan bagi perokok pasif. Dia
akan menegur orang merokok yang berada di dekatnya di tempat yang tidak
seharusnya merokok. Jadi, Moza merasa bahwa
Demikian
pula dengan Sarah Sechan. Semenjak anaknya menjelang remaja, dia jadi lebih
konsen dengan iklan rokok. Hal tersebut dikarenakan anaknya sedang dalam masa
eksplorasi dan pencarian jati diri, sehingga dengan adanya iklan rokok yang
persuasif, akan membuat anaknya ingin tahu dan tertarik untuk mencoba merokok.
Ekki
Sukarno (musisi) yang walaupun seorang perokok, menolak untuk bekerja sama
dengan perusahaan rokok untuk acara pertunjukan musiknya. Hal tersebut dikarena
dia takut akan membuat kalangan muda yang menjadi target pertunjukan musiknya
akan tertarik dengan iklan rokok yang menjadi sponsor.
RTS
Marli, mengungkapkan bahwa iklan rokok banyak pembatasan, seperti produk rokok
yang tidak boleh terlihat dalam iklan, tidak boleh memperlihatkan kegiatan merokok,
dan pembatasan jam tayang. Walaupun begitu, pembuat iklan rokok berusaha
membungkus iklannya secara persuasif dan emosi, sehingga menarik untuk dilihat.
Iklan
rokok memang belum bisa dihentikan, karena produk rokok bukan termasuk kategori
produk haram, sehingga iklan rokok masih punya hak untuk ditayangkan.
Pembatasan
jam tayang tidak menjamin tidak ada anak yang di bawah umur untuk menontonnya.
Memang, kegiatan anak di rumah itu masih tanggung jawab orang tua, tapi harus
ada kerjasama dengan berbagai pihak berkepentingan untuk menghentikan iklan
rokok. Iklan rokok harus dihentikan karena tidak ada pesan positifnya.
Bapak
Joni menganggap bahwa iklan rokok sekarang menampilkan bahwa rokok adalah hal
yang normal. Iklan rokok memang merupakan media paling efektif untuk para calon
perokok atau perokok baru, karena image yang ditampilkannya.
Padahal,
tidak masuk akal jika suatu produk lebih banyak merusaknya, malah dipromosikan.
Komisi I DPR harusnya mengatur dalam pelarangan iklan rokok.
Kita
sebagai orang biasa, bisa loh ikut membantu dalam pelarangan iklan rokok, salah
satunya dengan men-tweet aspirasi kita. Pemerintah harusnya mendengar aspirasi
rakyatnya.
Pelarangan
iklan rokok memang tidak menjamin jumlah perokok mengalami penurunan, tetapi paling
tidak jadi membatasi jumlah perokok baru.
Billboard sih mba kayanya kalo yg paling sering aku temui. Kalo dari iklan TV jarang banget krn TV pasti nyalain channel Baby TV yg nggak ada iklan nya hehehe.
BalasHapus