Judul :
Embun di Atas Daun Maple
Penulis :
Hadis Mevlana
Penerbit :
Tinta Medina
Jumlah :
286 hal
Tahun :
2014
Melihat novel yang bersampul
manis dengan gambar daun maple ini, saya langsung terbayang kisah cinta
romantis yang bersetting di luar negeri.
Matahari
Senyummu
pagi ini masih menawan
Sama
seperti ketika kulihat kau di tanahku: Indonesia
Hanya
saja di sini kau tak hanya menemaniku sang Adam yang kedinginan
Tanpa
kehangatan cinta Hawa
Tapi
juga daun-daun pohon
Dan
bunga-bunga yang berguguran di hamparan bumi
Yang
sekarang tengah kujejaki demi menggapai cita
Dalam novel ini, bertaburan puisi-puisi singkat yang isinya
cukup manis dan menyentuh. Saya yang tidak terlalu mengerti puisi pun cukup
bisa menikmatinya, karena kata-katanya yang sederhana, namun sarat makna.
Sinopsis
Novel islami ini memiliki tokoh utama Sofyan, seorang pemuda
muslim yang berasal dari Teluk Kuantan dan sedang menuntut ilmu di Saskatoon,
Kanada. Pemuda sederhana namun berwawasan luas ini berteman dengan Kiara, gadis
berdarah campuran Rusia-Aceh yang beragama Ortodox.
Pertemanan mereka terisi dengan diskusi-diskusi yang
menuntaskan rasa ingin tahu Kiara terhadap Islam. Pertanyaan-pertanyaan kritis
Kiara tentang Islam, bisa dijawab Sofyan dengan baik. Dan, pertanyaan Kiara
tersebut justru menambah keimanan Sofyan terhadap Islam.
Sofyan juga harus berhadapan dengan beberapa wanita yang
mencintainya? Kepada siapa hatinya akan dilabuhkan? Kiara yang berbeda
keyakinan, atau penggemar misterius yang sering mengiriminya mawar putih yang
diletakkan di depan kamarnya?
***
Novel ini menemani saya selama
beberapa hari di bulan Ramadhan ini. Saya membacanya di sela-sela kerempongan
di rumah. Saya menyangka akan cepat menuntaskan novel dengan 286 halaman ini.
Ternyata, agak lama juga saya membacanya, karena saya menikmati diskusi antara
Sofyan dan Kiara. Diskusi yang menurut saya berat, namun mencerahkan.
Seperti contohnya, saat Kiara bertanya, kenapa Allah
memberikan wahyu kepada Nabi Muhammad SAW di Gua Hira. Tempat yang gelap dan
sepi. Kenapa yakin itu wahyu dari Allah? Kenapa Allah tidak memberikan wahyu di
tempat yang terang dan disaksikan oleh orang?
Atau ketika Kiara bertanya tentang mengapa Allah memberikan
diskriminasi terhadap wanita yang sedang haid?
Semua bisa dijawab dengan baik oleh Sofyan, dan cara
menjawabnya yang tenang dan masuk akal, membuat penjelasan Sofyan mampu
diterima Kiara dengan baik.
Konflik dimulai justru saat pertengahan novel sampai akhir.
Alur cerita mengalir cepat dan ada sedikit kejutan-kejutan manis. Ending cerita
pun juga tidak biasa. *nggak boleh spoiler kan ya?
Misi Islam kental sekali di novel ini dan sarat gizi deh,
dimana hampir tiap bab ada diskusi yang topiknya beragam. Percakapannya yang
tidak kaku, membuat saya mampu menikmati percakapan mereka.
Tokoh utamanya, Sofyan dan Kiara, digambarkan memiliki
karakter yang menarik. Sofyan yang mampu menjawan dengan tenang dengan ilmunya
yang banyak, dan Kiara yang cerdas dan sangat kritis dalam tiap pertanyaannya.
Settingnya pun bukan sekadar tempelan dan saya merasa ada di
sana. Tapi berhubung deskripsinya tidak terlalu banyak, saya pun kurang
merasakan suasana di Saskatoon, Kanada.
So far, novel ini menarik
untuk dibaca, ringan namun sarat makna dan mencerahkan. Endingnya juga cukup
bikin penasaran.
salah satu novel yang layak untuk dibaca lagi ya, saya jadi ingat buku bacaan saya belum selesai dibaca
BalasHapusyang bikin resensinya juga enak dibaca, sepertinya menarik banget ya, apalagi banyak pertanyaan Kiara yg aku pun pengen tau jawaban si Aa hehehe..
BalasHapuswah penasaran aku mak....banyak puisinya ya, jadi pengen baca
BalasHapus